Sabtu, 22 Desember 2012

Jurnalistik Siaran Radio dan Televisi



I.                   PEMBAHASAN

Jurnalistik adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting, dan menyebarkan berita kepada khalayak melalui media cetak dan media elektronik. Radio dan  Televisi termasuk dalam kategori media elektronik. Media elektronik merupakan salah satu jenis media yang memiliki kekhususan dibandingkan dengan media massa lainnya. Kekhususanya terletak pada dukungan elektronika dan teknologi yang menjadi ciri dan kekuatan dari media berbasis elektronik. Dari kekhususan yang dimiliki media elektronik ini pada satu sisi terkadang menjadi kendala juga bagi pendengar/pemirsa yang pada saat berita disisarkan tidak dalam mendengar radio atau menonton televisi maka memberi konsekuensi kepada stasiun radio atau televisi untuk melakukan pengulangan informasi atau siaran. 

A.   Jurnalistik Radio

Radio, yaitu medium komunikasi bersifat auditif  (dengar). “Suara dalam sebuah radio adalah suatu kombinasi tekanan emosional, perseptual, dan fisikal yang timbul dan berasal dari suatu suara yang termediasi oleh teknologi yang kemudian menimbulkan formasi imajinasi visual tertentu di benak pendengar”.[1] Karena itu, menyampaikan informasi melalui radio relatif lebih sulit dibandingkan dengan televisi.

Ketika penyiar menyajikan informasi, ia harus bisa menggambarkan peristiwa tersebut secara jelas, sehingga bisa ditangkap oleh imajinasi pendengar. Penyiar adalah ujung tombak dalam penyajian program ‘on-air’ yang sesuai dengan format radio yang telah ditetapkan oleh stasiun radio yang bersangkutan. Penulisan teks berita radio (untuk dibaca oleh seorang penyiar/news reader) harus menggunakan bahasa yang mudah dibaca oleh news reader dan mudah pula didengar oleh audiens. Untuk mencapai tujuan tersebut, jurnalis radio menggunakan teori ELF (Easy Listening Formula), yaitu penulisan yang jika diucapkan, mudah didengar dan mudah dimengerti pada pendengaran. Karena dalam radio tidak ada pengulangan. Tidak seperti media cetak yang bisa dibaca beberapa kali oleh penerima informasi. 
Pada awalnya, tumbuh keraguan terhadap media-media elektronik yang secara khusus menyajikan produk jurnalistik. Karena media elektronik identik dengan hiburan. Kehadiran media elektronik yang melulu menyuguhkan berita, hanya akan membuat masyarakat jenuh untuk menyaksikan dan mendengarkannya. Namun itu semua tidak terbukti, justru kehadiran radio dan televisi khusus berita menghilangkan dahaga masyarakat, dan memenuhi kebutuhan mereka terhadap informasi. Mengingat kurangnya porsi pemberitaan yang ada pada media hiburan.
Walaupun radio identik dengan hiburan, namun tidak berarti semua siaran radio menyuguhkan hal itu. Seiring berkembangnya dunia jurnalistik, banyak radio khusus berita yang tumbuh dan berkembang, bahkan dengan sangat pesat. Sebagai contoh, kita mengenal radio Elshinta dan Sonora. Kedua radio ini menyuguhkan beragam informasi dan berita. Tidak menjadikan musik atau hiburan sebagai produk utama.





Berikut kriteria seorang penyiar radio :
  Mempunyai kualitas vokal yang memadai.
  Mampu melaksanakan ‘adlibbing (tanpa persiapan) dan ‘script reading’ dengan baik.
  Memahami format radionya dan format clock.
  Memahami secara mendalam segmen radio.
  Memperlihatkan simpati dan empati terhadap pendengarnya.
  Mampu menghasilkan gagasan-gagasan segar dan kreatif dalam  siarannya.
  Mampu bekerjasama dalam team.
  Be Your Self.

B.   Jurnalistik Televisi

Televisi, yaitu medium komunikasi yang bersifat audio-visual (dengar-lihat) dengan penyajian berita yang berorientasi pada repoduksi dari kenyataan. Kekuatan utama dari media televisi adalah suara dan gambar, televisi lebih menarik daripada radio. Dampak pemberitaan melalui televisi bersifat power full. Karena melibatkan aspek suara dan gambar sehingga lebih memberi pengaruh yang kuat kepada pemirsa.  Media televisi memiliki fungsi yang lebih dominan pada hiburan dibandingkan fungsi memberi informasi dan mendidik. Kelebihan televisi adalah sifatnya audio-visual yang dapat didengar dan dilihat secara langsung oleh pemirsa, dan juga  mendapat sajian informasi/ berita yang lebih realistic, yang sesuai dengan keadaan sebenarnya. Media televisi sangat dipengaruhi beberapa factor, seperti pemirsa, alokasi waktu, durasi penayangan, dan cara penyajian berita. 
Berdasarkan pengamatan para ahli pertelevisian, informasi dari televisi diingat lebih lama dibanding dengan yang diperoleh melalui membaca (media cetak). Sekalipun informasi yang disuguhkan persis sama. Hal itu karena terdapatnya visualisasi berbentuk gambar bergerak dalam televisi. Visualisasi tersebut berfungsi sebagai penambah dan pendukung narasi yang dibaca reporter atau newsreader. Jadi, dalam menerima informasi, khalayak tidak hanya menggunakan satu indera, melainkan dua indera sekaligus. Yaitu mata dan telinga. Berita yang di tayangkan di televisi di sampaikan oleh announcer/penyiar. Penyiar yang tampil di layar TV, adalah petugas yang mewakili sebuah stasiun Televisi, sehingga penyiar adalah ujung tombak stasiun TV. Berbeda dengan penyiar di radio, penyiar di televisi cenderung memiliki daya tarik  dengan kata lain berpeampilan menarik, karena seorang penyiar TV perlu memiliki bentuk fisik yang sempurna. Karena fisik yang cacat bisa menimbulkan ejekan dan cemoohan, sehingga mengganggu jalannya komunikasi. Adapun fisik yang gagah dan cantik akan menawan penonton, apalagi jika dikuasai kemampuan menguasai masalah yang dibawakannya.
Penyiar berita televisi memiliki beberapa syarat yang harus dipegang:
-       Suara dan kemampuan berbicara, alangkah baiknya seorang penyiar berita memiliki suara yang idealsuara rendah atau bariton untuk pria dan alto untuk wanita, adalah suara ideal seorang penyiar berita.
-       Penampilan dan perilaku yang tidak mengecewakan, secara fisik, penampilan seorang penyiar sangat diperhatikan oleh lensa kamera yang sangat sensitive.
-       Berkepribadian, diharapkan penyiar bisa menempatkan dirinya di lingkungan sehari-hari, jangan membuat hal-hal negatif yang membuat citra diri buruk.

-   Berpengetahuan dan pendidikan yang memadai, saat ini menjadi penyiar memiliki syarat mutlak, yaitu pendidikan yang cukup atau bahkan lebih, cukup atau lebih disini sangat dibutuhkan, karena penyiar kadang berhubugan dengan pejabat, menteri, atau bahkan akademisi. Sehingga dengan adanya ilmu pengetahuan yang kita kuasai, membuat kita bisa menyeimbangkan pembicaraan kita.
-       Memiliki motivasi, motivasi kunci menjadi penyiar.
-       Mampu bekerja dalam satu tim.
-       Kesehatan yang baik, kerja menjadi penyiar cukup melelahkan.
Upaya penyampaian informasi melalui media audio (radio) dan audiovisual (televisi), masing-masing memiliki kelebihan tetapi juga kelemahan. Penyebanya adalah sifat fisik masing-masing jenis media seperti terlihat pada tabel di bawah ini:[2]

Radio
Televisi
-          Dapat didengar bila siaran
-          Dapat didengar kembali, bila diputar kembali
-          Daya rangsang rendah
-          Elektris
-          Relatif murah
-          Daya jangkau besar
-          Dapat didengar dan dilihat bila ada siaran
-          Dapat dilihat dan didengar kembali, bila diputar kembali
-          Daya rangsan sangat tinggi
-          Elektris
-          Sangat mahal
-          Daya jangkau besar


II.                KESIMPULAN
Seiring dengan kemajuan zaman dapat diprediksikan, bahwa perkembangan jurnalistik tentunya akan berkembang dengan pesat kelak dikemudian hari. Keinginan masyarakat untuk memperoleh informasi menuntut para pelaku utama jurnalistik semakin bekerja lebih keras. Jurnalistik elektronik sendiri memiliki kekhususan yang tentunya harus dimanfaatkan secara optimal. Keunggulan media elektronik seperti lebih cepat diterima karena berbentuk audio (suara) dan audiovisual (suara dan gambar) harus dikembangkan dan dikemas sedemikan rupa sehingga memberikan kesan yang menarik dan enak untuk dinikmati oleh para pemirsa.


DAFTAR PUSTAKA

Masduki, Menjadi Broadcaster profesional, Yogyakarta: Pustaka Populer LkiS, 2005
Morisson, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola  Radio dan Televisi, Jakarta: Kencana, 2011



[1] Masduki, Menjadi Broadcaster profesional, (Yogyakarta: Pustaka Populer LkiS, 2005), Cet. Ke-2, hal. 16.
[2] Morisson, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola  Radio dan Televisi, (Jakarta: Kencana, 2011), Cet. Ke-3, hal. 11.

Metatheori Komunikasi dan Etika



A.    PENGERTIAN METATHEORI KOMUNIKASI

Sesuai dengan namanya, imbuhan “meta” merujuk pada spekulasi yang menyertai sebuah teori. Metateori  mengajukan sejumlah pertanyaan menyangkut sebuah teori, yakni apa yang dibahas, bagaimana pengamatan dilakukan dan bagaimana suatu teori terbentuk. Dengan kata lain, metateori adalah teori dari sebuah teori.[1]  Metateori, sebagai istilah menyatakan secara tidak langsung, teori tentang teori. Itu adalah, perbandingan metateoritis melibatkan komitmen-komitmen filosofis pada isu-isu seperti aspek apa dari dunia sosial yang dapat dan harus kita teorikan, bagaimana peneorian harus diproses, apa yang harus kita hitung sebagai pengetahuan tentang dunia sosial, dan bagaimana teori harus digunakan untuk membimbing tindakan sosial.

Dalam hal ini, Bradac dan Bowers telah mengadakan satu analisis metateori atas ilmu komunikasi. Metateori adalah satu bidang yang mendiskripsikan dan menjelaskan persamaan-persamaan serta perbedaan-perbedaan yang ada diantara teori-teori dengan memakai tiga tema besar yaitu epistemologi (tentang pengetahuan yang benar dan cara mendapatkannya), ontologi, dan aksiologi (tentang nilai-nilai).

a.              Epistemologi (Hakikat Pengetahuan)
Studi epistemologi dengan filsafat meliputi pertanyaan-pertanyaan tentang penciptaan dan pertumbuhan dari pengetahuan. Fondasi-fondasi epistomologis meliputi sebuah ide teoris tentang apa pengetahuan dan bagaimana pengetahuan dapat disusun dalam dunia sosial. Menurut objektivis, pengetahuan harus terdiri dari pernyataan kausal tentang dunia sosial dan harus dihasilkan melalui usaha dari sebuah komunitas ilmuwan menggunakan metode-metode ilmiah yang ditetapkan.
Sedangkan menurut subjektivis, pengetahuan disituasikan dengan keadaan lokal dan dengan demikian harus diperoleh melalui pengalaman atau melalui interaksi yang dikembangkan dengan orang-orang yang mengerti.

b.              Ontologi (Hakikat Realitas)
Studi ontologi dengan filsafat meliputi penyelidikan-penyelidikan menuju hakikat keberadaan. Dalam diskusi-diskusi dengan penelitian sosial, pertanyaan-pertanyaan dari ontologi meliputi isu-isu seperti “Apa hakikat dari realitas?” dan “Apa hakikat dari hal yang dapat diketahui?” Dengan kata lain, pertanyaan-pertanyaan dari ontologi mencari hakikat dari fenomena yang kita cari dalam ilmu pengetahuan dan apa yang kita teorikan.
Sebuah isu metateoritis sentral adalah satu pendirian ontologi diambil dengan memperhatikan dunia sosial. Sebuah ontologi teoris sosial bisa menjadi realistis dengan memposisikan sebuah realitas yang sukar dan solid dari objek-objek ilmu alam dan sosial. Atau sebuah pendirian teoris bisa menjadi nominalist dalam mengusulkan bahwa realitas entitas sosial hanya dalam nama dan label yang kita sediakan untuk mereka. Atau sebuah pendirian teoris bisa menjadi konstruksi sosial dalam menekankan jalan-jalan/cara-cara dalam pengertian-pengertian/arti-arti sosial diciptakan melalui interaksi historis dan kontemporer dan tata cara dalam  pengkonstruksian sosial memungkinkan dan memaksa kelakuan kita yang selanjutnya.

c.              Aksiologi (Peran Nilai)

Ada tiga posisi pada aksiologi :
Pertama, nilai-nilai mempunyai peran dalam penelitian, tetapi peran tersebut dipaksa dalam istilah ketika nilai-nilai dari bermacam-macam jenis mempengaruhi ilmu pengetahuan.
Kedua, itu tidak mungkin untuk menghilangkan pengaruh nilai-nilai dari sesuatu bagian usaha penelitian.
Ketiga, nilai-nilai tidak hanya membimbing/memimpin pilihan-pilihan topik-topik penilitian dan mempengaruhi praktek penelitian tapi juga bahwa ilmu pengetahuan melibatkan partisipasi aktif dalam pergerakan perubahan sosial.




B.     TEORI KOMUNIKASI

Apa Itu teori komunikasi? Secara sederhana, teori adalah segala upaya menjelaskan atau merepresentasikan pengalaman dan realitas. Artinya, semua orang dalam kehidupan sehari-hari bisa saja berteori. Namun, para ilmuwan memakai istilah teori dengan lebih seksama yakni hasil kerja intelektual yang melibatkan penelitian ilmiah yang tekun dan seksama. Istilah teori komunikasi sendiri bisa merujuk pada satu teori atau juga untuk menandai sekumpulan pemikiran yang ditemukan dalam sekumpulan teori yang berhubungan dengan komunikasi.[2] Sedangkan pengertian komunikasi itu adalah suatu proses penyampaian pesan dari komunikator ( pemberi pesan ) kepada kumunikan ( penerima pesan ) dengan menggunakan media tertentu untuk mengasilkan afek tertentu.[3] Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris disebut Communication berasal dari bahasa latin communicatio dan bersumber dari bahasa communis yang artinya adalah sama. Sama berarti sama maknanya. Antara pemberi pesan dan penerima pesan pada akhirnya mempunyai persamaan makna. Pengertian kesamaan makna dalan komunikasi adalah pengertian dasar, artinya komunikasi yang dilakukan oleh dua orang harus mengandung syarat minimal yaitu adanya unsur kesamaan makna. Dikatakan syarat minimal karena sesungguhnya kegiatan komunikasi tidak hanya bersifat informasi, akan tetapi juga persuasi. Artinya dalam kegiatan komunikasi ada tujuan lain, selain agar penerima pesan mengerti dan tahu seuatu paham atau keyakinan baru sehingga mau mengubah apa yang selama ini diyakininya.[4]

C.     PENGERTIAN ETIKA

Menurut William Benton, dalam Encylcopedia Britannica yang terbit tahun 1972, bahwa secara etimologi Etika berasal dari bahasa Yunani, Ethos yang berarti karakter. Dan definisi Etika menurut terminologi adalah studi yang sistematis dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah dan sebagainya atau tentang prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita dalam penerapannya didalam segala hal, disebut juga filsafat moral (dari kata latin “mores” yang artinya adat istiadat).
Dari pengertian diatas, kata etika sering juga diartikan dengan moral. Kedua pengertian itu (etika dan moral) sering kali diidentikkan, padahal sesungguhnya kedua kata itu dalam penggunaanya dapat dibedakan. Etika lebih ditujukan pada suatu sistem pengkajian, suatu sudut pandangan yang dalam Islam dikenal dengan ilmu akhlak, sedangkan moral lebih ditujukan kepada suatu yang dikaji atau tingkah laku perbuatan itu sendiri, yang dalam Islam sering disebut akhlak. Karena itu etika disebut juga filsafat kesusilaan atau filsafat moral, yang berarti filsafat nilai atau aksiologi yang membicarakan nilai baik-buruk, sehingga etika merupakan filsafat yang sifatnya praktis. Pengertian antara etika dan moral dapat dipishkan, tetapi dalam penggunaannya antara keduanaya akan saling beririgan. Sedangkan menurut Louis. O. Kattsoff dalam bukunya Elements of Philosofhy yang diterbitkan tahun 1953, etika adalah cabang aksiologi yang pada pokonya mempersoalkan tentang predikat baik dan buruk (dalam arti susila atau tidak susila). Sebagai topik yang khusus, etika juga mempersoalkan sifat-sifat yang menyebabkan seseorang berhak untuk disebut susila atau berbudi. Sifat-sifat atau atribut-atribut itu dinamakan berbudi ( kebajikan) sebagai lawan dari kejahatan yang menunjukkan sifat-sifat yang apabila dipunyai oleh seseorang  maka orang tersebut disebut sebagai orang yang tidak bersusila.

Pada prinsipnya semua definisi tentang etika membicarakan masalah baik dan buruk, susila atau tidak susila, bermoral atau tidak bermoral dari perbuatan dan tingkah laku manusia, berbicara tentang kelakuan si A yang tidak etis atau sebaliknya, pembicaraan atau perkataan antarmanusia ini pun dapat disebut etis atau tidak etis.

D.    BEBERAPA ISME DALAM ETIKA

Sebenarnya ada sekian banyak pemikiran dalam aliran etika. Hal ini disebabkan oleh adanya sekian banyak pengertian dan asumsi dalam etika itu sendiri.

1.      Egoisme

Egoisme adalah pemikiran etis yang menyatakan bahwa tindakan atau perbuatan yang paling baik adalah memberikan manfaat bagi diri sendiri dalam jangka waktu yang diperlukan atau waktu tertentu.


2.      Deontologisme

Deontologisme adalah pemikiran yang etis yang menyatakan bahwa baik buruknya tindakan tidak diukur dari akibat yang ditimbulkan, tetapi berdasar sifat tertentu dari hasil yang dicapainya. Ini berarti ada kewajiban moral atau keharusan etis yang harus dipatuhi. Ada dua jenis pemikiran deontologis, yaitu deontologisme tindakan dan deontologisme aturan. Deontologisme tindakan menyatakan bahwa baik dan buruknya tindakan dapat dirumuskan atau diputuskan dalam dan untuk situasi tertentu dan sama sekali tidak ada peraturan umum. Deontologisme aturan adalah bahwa kaidah moral dan tindakan baik-buruk diukur dari aturan yang berlaku secara universal, bersifat mutlak, dan tidak dilihat dari baik buruknya akibat perbuatan itu.

3.      Utilitarianisme

Utilitarianisme adalah pemikiran etika yang melihat bahwa kaidah moral dan baik buruknya tindakan diukur dari akibat yang ditimbulkannya. Yang menjadi tujuan tindakan adalah hasil atau konsekuensi yang timbul akibat perbuatan yang dikerjakan.

4.      Pragmatisme

Pragmatisme adalah pemikiran etis yang menyatakan bahwa perbuatan etis berhubungan dengan soal pengetahuan praktis yang dilakukan demi kemajuan masyarakat dan dunia. Pragmatisme lebih mengutamakan tindakan daripada ajaran. Prinsip menilai akhirnya ditentukan dari dapat-tidaknya dibuktikan, dilaksanakan dan mendatangkan hasil. Pragmatisme menyatakan bahwa perbuatan baik adalah perbuatan yang bisa dilaksanakan, dan dipraktekkan, mandatangkan hal posotif bagi masyarakat. Pragmatisme berkontribusi untuk menyeimbangkan antara kata dengan perbuatan, teori dengan praktek.







E.     KESIMPULAN


Metateori merupakan bagian dari metastudi/satu bidang yang menganalisa lebih jauh kenyataan yang terjadi dilapangan dan direfleksikan kembali kearah yang benar sekaligus mendiskripsikan dan menjelaskan persamaan-persamaan serta perbedaan-perbedaan yang ada diantara teori-teori yang digunakan. Dalam kegiatan/pelaksanaan komunikasi itu tidak hanya bersifat informasi (menyampaikan sebuah pesan saja), akan tetapi juga persuasi. Artinya dalam kegiatan komunikasi ada tujuan lain, selain agar penerima pesan mengerti dan tahu seuatu paham atau keyakinan baru sehingga mau mengubah apa yang selama ini diyakininya.

Etika adalah studi yang sistematis dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah dan sebagainya. Dan didalam etika itu sendiri ada aliran-aliran yaitu :

1.      Egoisme
2.      Deontologisme
3.      Utilitarianisme
4.      Pragmatisme


DAFTAR PUSTAKA



v  Mufid, Muhammad, 2010. ETIKA dan FILSAFAT KOMUNIKASI, Jakarta : KENCANA
v  El Karimah, Kismiyati dan Wahyudin, Uud 2010. Filsafat dan Etika Komunikasi, Bandung : WIDYA PADJADJARAN



[1] Muhammad Mufid, ETIKA dan FILSAFAT KOMUNIKASI, KENCANA, 2010, hal 37
[3] Kismiati El Karimah & Uud Wahyudin, Filsafat dan Etika Komunikasi, WIDYA PADJADJARAN, 2010, hal 31
[4] Ibid